Selasa, 26 Januari 2010

seleksi alam

Tadi pagi di salah satu bagian Jalan Soekarno-Hatta:

Seorang lelaki pengendara sepeda nampak bersemangat mengayuh sepedanya. Perawakannya kurus, ppendek, dan rambutnya agak ikal. Dia berjalan di depan saya. Karena sepedanya agak menghalangi laju kendaraan saya, saya bunyikan klakson agar dia bersedia bergeser. Tapi bukannya bergeser ke samping, ia malah seperti sengaja mengarahkan sepedanya ke tengah. Sebenarnya saya agak jengkel dengan sikapnya, tapi saya tidak mau membuatnya sakit hati dan bergerutu jika saya klaksoni terus. Terpaksa saya jalan saja di belakangnya dengan agak perlahan. Ada dua atau tiga sepeda motor lainnya yang ikut membunyikan klakson pada si pengayuh sepeda. Dia tetap saja tidak menggubris dan berjalan di tengan sambil mengayuh sepedanya dengan lebih cepat.

Tak disangka, ternyata dari arah belakang saya ada sepeda motor yang ngebut dan sewaktu mendekati sepeda yang tidak mau berjalan di pinggir ia kira si pengendara sepeda mau meminggirkan sepedanya. Nyatanya, meski sudah membunyikan klakson, pengendara sepeda motor nahas harus tetap menabrak si pengendara sepeda yang ada di depannya. Entah siapa yang salah, tiba-tiba saja mereka berdua sudah terbaring di jalanan.

Sejenak saya memandangi si pengendara sepeda yang dipangku beberapa orang untuk dibawa ke bahu jalan, sambil dalam hati berkata, "Seleksi alam itu nyata, Pak ! Jangan main-main atau kau jadi korban?!". Tapi sayang, si bapak memang sudah jadi korban.

Tidak ada komentar: